PENULIS : Ni’matul Huda S.H M.Hum
DI
S
U
S
U
N
OLEH
KELOMPOK 1
RUANG 01
RAMADHANA(12102111003)
LUSIANA
(12102111015)
AJIRNA(12102111009)
NUR
ADLINA(12102111008)
JULIA
ULFA(12102111013)
MUSTAK
FERI
FAKULTAS
ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS
JABAL GHAFUR
GLEE
GAPUI-SIGLI
TAHUN
2013
BAB 2
SUMBER-SUMBER HUKUM TATA NEGARA
A. Pengertian Sumber Hukum
Dalam lapangan ilmu
pengetahuan hukum (law science), terutama pada bagian-bagian yang erat hubungannya
dengan pembuatan hukum (law making) dan pelaksanaannya (law
enforcement), masalah sumber
hukum merupakan suatu hal yang perlu dipahami,di analisis, serta
ditimbulkan problema-problema dan pemecahannya sehingga dapat diharapkan
memiliki keserasian dengan perkembangan hukum yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakatnya.
Penyelidikan sumber
hukum akan memberikan petunjuk tentang bagaimana dan dimana hukum itu berada
Menurut Bagir Manan, menelaah
dan mempelajari sumber hukum memerlukan kehati-hatian karena istilah sumber
hukum mengandung berbagai pengertian.
Sumber hukum menurut
tinjauan sejarah berbeda dengan pengertian pengertian sumber hukum menurut
tinjauan filsafat. Sumber hukum menurut tinjauan agama berbeda dengan
pengertian sumber hukum menurut tinjauan sosiologi dan ilmu hukum. Sumber hukum
menurut tinjauan sejarah adalah sebagai berikut :
1. Stelsel hukum apakah yang memainkan peranan
pada waktu yang sedang berlaku
2. Kitab-kitab
hukum, dokumen-dokumen,surat-surat dan sebagainya yang telah diperhatikan oleh
pembuat undang-undang pada saat menetapkan hukum yang berlaku sekarang.
Dengan
sumber-sumber tersebut para ahli sejarah dapat mengetahui perkembangan
sejarah.Dari sudut filsafat , sumber hukum dipergunakan dalam arti sebagai
berikut :
1. Sumber untuk atau yang menentukan isi hukum.
2. Sumber
untuk menentukan kekuatan mengikat suatu kaidah hukum.
Pengertian
sumber hukum menurut Sudikno Mertokusumo dapat diartikan dalam beberapa arti,
Yaitu :
1. Sebagai asa hukum
2. Menunjukkan
hukum terdahulu yang member bahan-bahan pada hukum yang sekarang berlaku.
3. Sebagai
sumber berlakunya,yang member kekuatan berlaku secara formal kepada peraturan
hukum,(penguasa dan masyarakat)
4. Sebaga
sumber dari mana kita dapat mengenal hukum
5. Sebagai
sumber terjadinya hukum atau sumber yang menimbulkan hukum.
Menurut
van Apeldoorn, istilah sumber hukum dipakai dalam arti sejarah, kemasyarakatan,
filsafat, dan arti formal.
1.
Sumber hukum dalam ari sejarah
a.
Dalam arti sumber pengenalan hukum yakni semua
tulisan, dokumen, inskripsi, dan sebagainya.
b.
Dalam arti sumber-sumber darimana
pembentuk undang-undang memperoleh bahan dalam membentu undang-undang.
2.
Sumber hukum dalam arti sosiologi
Menurut ahli
sosiologi,sumber hukum ialah factor-faktor yang menentukan isi hukum positif,
misalnya keadaan-keadaan ekonomi, pandangan agama, dan saat-saat psikologi.
3.
Sumber hukum dalam arti filsafat
a.
Sebagai sumber untuk isi hukum
b.
Sebagai sumber untuk kekuatan mengikat
dari hukum
4.
Sumber hukum dalam arti formal
Bagi ahli hukum praktis
dan bagi tiap-tiap orang yang aktif dalam pergaulan hukum adalah
peristiwa-peristiwa timbulnya hukum yang berlaku (yang mengikat hakim dan
penduduk).
Menurut
Joeniarto, sumber hukum dapat di bedakan dalam tiga pengertian:
1.
Sember hukum dalam pengertian sebagai asalnya
hukum positif dalam bentuk berupa “keputusan dari yang berwenang”
2.
Sumber hukum dalam pengertian sebagai
tempat ditemukannya aturan-aturan dan ketentuan hukum positif.
3.
Sumber hukum di hubungkan dengan
filsafat,sejarah, dan masyarakat.
B. Macam-macam Sumber Hukum
Istilah sumber hukum
mempunyai arti yang bermacam-macam. Menurut Utrecht, mengenai sumber hukum
dapat dibagi dalam arti formal dan materiil. Sumber hukum dalam arti formal
adalah sumber hukum yang dikenal dari bentuknya.
Untuk memperoleh sifatnya yang formal
,sumber hukum dalam arti ini setidaknya mempunyai dua cirri sebagai berikut.
1.
Dirumuskan dalam suatu bentuk untuk membedakan
dari norma-norma lainnya.
2.
Berlaku umum, mengikat, dan ditaati
dengan perumusan norma hukum,nilai-nilai yang terkandung didalamnya menjadi
patokan,ukuran, dan pedoman yang berlaku umum.
Sumber
hukum materiil adalah factor-faktor masyarakat yang memengaruhi pembentukan
hukum(pengaruh terhadap pembuat undang-undang,keputusan hakim,dan sebagainya)
yang menentukan isi kaidah hukum tata Negara.
C.
Sumber
Hukum Tata Negara
Sumber-sumber hukum tata Negara tidak
terlepas dari pengertian sumber hukum menurut pandangan ilmu hukum pada
umumnya.Sumber hukum yang termasuk kedalam sumber hukum dalam arti materiil di
antaranya :
1.
Dasar dan pandangan hidup bernegara
2.
Kekuatan politik yang berpengaruh pada
saat merumuskan kaidah hukum tata Negara
Sumber hukum
dalam formal terdiri dari :
1.
Hukum perundangan ketatanegaraan
2.
Hukum
adat ketatanegaraan
3.
Hukum kebiasaan ketatanegaraan, atau
konvensi ketatanegaraan
4.
Yurisprudensi ketatanegaraan
5.
Hukum perjanjian internasional
ketatanegaraan
6.
Doktrin ketatanegaraan.
Hukum
perundang-undangan adalah hukum tertulis yang di bentuk dengan cara-cara
tertentu oleh pejabat yang berwenang dan dituangkan dalam bentuk tertulis.
Hukum
adat merupakan hukum asli bangsa Indonesia yang tidak tertulis, namun tumbuh
dan dipertahankan dalam persekutuan masyarakat hukum adat.
Konvensi
atau (hukum) kebiasaan ketatanegaraan adalah (hukum) yang tumbuh dalam praktik
penyelenggaraan Negara untuk melengkapi, menyempurnakan, dan menghidupkan
kaidah kaidah hukum perundang-undangan
atau hukum adat ketatanegaraan.
Yurisprudensi
yaitu kumpulan keputusan-keputusan pengadilan mengenai persoalan ketatanegaraan
yang setelah disusun secara teratur memberikan kesimpulan tentang adanya
ketentuan hukum tertentu yang di temukan atau di kembangkan oleh badan
pengadilan.
Traktat
atau perjanjian internasional ialah persetujuan yang di adakan oleh Indonesia
dengan Negara-negara lain. Traktat merupakan sumber hukum yang penting, untuk
itu tidak cukup traktat atau perjanjian ditandatangani oleh Indonesia, namun
harus pula di ratifikasi (mendapatkan pengesahan) sebalum perjanjian itu mengikat.
Doktrin
ketatanegaraan adalah ajaran-ajaran tentang hukum tata Negara yang ditemukan
dan dikembangkan di dalam dunia ilmu pengetahuan sebagai hasil penyelidikan dan
pemikiran seksama berdasarkan logika formal yang berlaku.
D. Hierarki
Peraturan Perundang-undangan RI
Menurut
UUD 1945, dalam huruf A, disebutkan tata urutan bentuk-bentuk peraturan
perundang undangan Republik Indonesia ialah sebagai berikut
Tabel
1
Hierarki peraturan Perundang-undangan
Menurut TAP MPRS No.XX/MPRS/1966
|
-
UUD 1945
-
Ketetapan MPRS/MPR
-
UU/Peraturan pemerintah pengganti
perundang-undangan
-
Peraturan pemerintah
-
Keputusan presiden
-
Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya seperti
Peraturan Menteri
Instruksi menteri,dan lain-lainnya.
|
Tata
urutan diatas menunjukkan tingkatan masing-masing bentuk yang bersangkutan,
dimana yang disebut lebih dahulu mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada
bentuk-bentuk yang tersebutb di belakangnya (dibawahnya).
Walaupun
ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 itu dirasakan sangat besar kegunaanya dalam
rangka penertiban bagi peraturan perundangan yang berlaku pada saat itu ,
tetapi terlihat juga adanya hal-hal yang kurang pada tempatnya bahkan masih
terdapat kelemahan yang seharusnya tidak terjadi dalam ketetapan tersebut.
Ajaran
tentang tata urutan peraturan perundang-undangan tersebut mengandung beberapa
prinsip sebagai berikut:
1.
Peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi kedudukannya dapat dijadikan landasan atau dasar hukum bagi peraturan
perundang-undangan yang lebih rendah atau berada dibawahnya.
2.
Peraturan perundang-undangan tingkat
lebih rendah harus bersumber atau memiliki dasar hukum dari peraturan
perundang-undangan yang tingkat lebih
tinggi
3.
Isi atau muatan peraturan yang lebih
rendah tidak boleh menyimpang dengan yang lebih tinggi tingkatannya.
4.
Suatu peraturan hanya dapat dicabut
,diganti atau diubah dengan peraturan yang lebih tinggi atau paling tidak
dengan yang sederajat.
5.
Peraturan perundangan yang sejenis
apabila mengatur materi yang sama. Peraturan yang terbaru harus di berlakukan
walaupun tidak dengan cara tegas dinyatakan bahwa peraturan yang lama itu
dicabut.
Konsekuensi
penting dari prinsip-prinsip diatas adalah harus diadakannya mekanisme yang
menjaga dan menjamin agar prinsip tersebut tidak disimpangkan atau dilanggar.
E. Hierarki
Menurut UU No.11 Tahun 2012
Pada
24 mei 2004, DPR dan pemerintah telah menyetujui Rancangan Undang-Undang
tentang pembentukan peraturan perundang-undangan menjadi undang-undang (UU No. 10 Tahun 2004), Undang-undang ini
menegaskan bahwa pancasila merupakan sumber hukum Negara. UUD Negara Republik
Indonesia tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam peraturan perundang-undangan.
Sumber-sumber Hukum Tata Negara
Tabel 2
HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
MENURUT UU NO. 10 TAHUN 2004
|
a.
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b.
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti UU
c.
Peraturan Pemerintah
d.
Peraturan Presiden
e.
Peraturan Daerah
1.
Perda Provinsi
2.
Perda Kabupaten/kota
3.
Perdes/peraturan Yang Setingkat
|
Dalam
Tabel 2, diatur mengenai materi muatan peraturan perundang-undangan dari pasal
8 sampai dengan pasal 14. Menurut UU tersebut, materi muatan yang harus diatur
dengan undang-undang berisi hal-hal berikut:
a.
Mengatur lebih lanjut ketentuan UUD Negara
Republik Indonesia tahun 1945 yang meliputi :
1. Hak-hak asasi manusia
2. Hak
dan kewajiban warga Negara
3. Pelaksanaan
dan penegakan kedaulatan Negara serta pembagian kekuasaan Negara
4. Wilayah
Negara dan pembagian daerah
5. Kewarganegaraan
dan kependudukan
6. Keuangan
daerah
b. Diperintahkan oleh suatu Undang-undang untuk
di atur dengan undang-undang
F. Hierarki Menurut UU No. 12 Tahun
2011
Pada
12 Agustus 2011, pemerintah telah mengundangkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan menggantikan UU No. 10 tahun 2004. Dengan
berlakunya UU yang baru ini otomatis UU No. 10 tahun 2004 dicabut dan tidak
berlaku lagi.Undang-undang ini merupakan penyempurnaan terhadap
kelemahan-kelemahan dalam undang-undang nomor 10 tahun 2004, yaitu antara lain:
1.
Materi dari undang-undang nomor 10 tahun 2004
banyak yang menimbulkan keracunan atau multitafsir sehingga tidak memberikan
suatu kepastian hukum
2.
Teknik penulisan rumusan banyak yang
tidak konsisten
3.
Terhadap materi baru yang perlu diatur
sesuai dengan perkembangan atau kebutuhan hukum dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan,dan
4.
Penguraian materi sesuai dengan yang
diatur dalam tiap bab sesuai dengan sistematika.
Sebagai
penyempurnaan terhadap undang-undang sebelumnya, terdapat materi muatan baru
yang di tambahkan dalam undang-undang ini, yaitu antara lain:
1.
Penambahan ketetapan majelis
permusyawaratan rakyat sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan
dan hierarkinya ditempatkan setelah undang-undang dasar Negara republic
Indonesia tahin 1945
2.
Peluasan cakupan perencanaan peraturan
perundang-undangan yang tidak hanya untuk prolegnas dan prolegda melainkan juga
perencanaan peraturan pemerintah, presiden, dan peraturan perundang-undangan
lainnya.
3.
Pengaturan mekanisme pembahasan
rancangan Undang-undang tentang pencabutan peraturan pemerintah pengganti
Undang-undang.
4.
Pengaturan naskah akademik sebagai suatu
persyaratan dalam penyusunan Rancangan peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan
Daerah kabupaten/kota.
5.
Pengaturan mengenai keikutsertaan
perancang peraturan perundang-undangan, peneliti, dan tenaga ahli dalam tahapan
pembentukan peraturan perundang-undangan, dan
6.
Penambahan teknik penyusunan Naskah
Akademik dalam lampiran I Undang-undang ini.
UU No. 12 Tahun 2011 mengatur hierarki
peraturan perundang-undangan di dalam pasal 7 ayat (I) sebagai berikut
Tabel 3
HIERARKI
MENURUT UU NOMOR 12 TAHUN 2011
1.
Undang-undang dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945
2.
Ketetapan MPR
3.
Undang-undang/peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang
4.
Peraturan Pemerintah
5.
Peraturan Presiden
6.
Peraturan daerah Provinsi,dan
7.
Peraturan Dearah Kabupaten/kota
|
Perubahan yang di
munculkan dalam UU no.12 Tahun 2011 antara lain :
1.
Ketetapan MPR yang di dalam UU No.10
tahun 2004 dihapuskan dari hierarki
peraturan perundang-undangan, dalam UU no.12 tahun 2011 dimunculkan kembali dan
berada dibawah UUD 1945 seperti yang pernah diatur dalam Ketetapan MPR No.
III/MPR/2000.
2.
Peraturan Desa yang dahulu masuk dalam
Hierarki peraturan perundang-undangan, sekarang di UU No.12 tahun 2011 dihapuskan
dari hierarki peraturan perundang-undangan.
3.
Materi muatan undang-undang lebih
diperluas, selain berisi pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD Negara
Republik Indonesia tahun 1945 Dan pemerintah suatu UU untuk di atur dengan UU
juga sudah diakomodir mengenai pengesahan perjanjian internasional tertentu.
4.
Dalam pembentukan peraturan daerah harus
dilakukan pengkajian dan penyelarasan yang dituangkan dalam Naskah Akademik.
Didalam
penjelasan UU No.12 tahun 2011 juga ditegaskan bahwa yang termasuk dalam
Peraturan Daerah Provinsi adalah Qanun yang berlaku di Provinsi Aceh dan
Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) serta Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi)
yang berlaku di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Termasuk dalam
peraturan daerah kabupaten/kota adalah Qanun yang berlaku di kabupaten/kota di
Provinsi Aceh.
Jenis
peraturan perundang-undangan selain yang telah disebutkan dalam pasal 7 ayat
(I) di atas, diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang
diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk
berdasarkan kewenangan, yakni: peraturan yang ditetapkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat,Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial,
Bank Indonesia, Menteri, Badan, Lembaga atau komisi yang setingkat yang
dibentuk oleh UU atau pemerintah atas perintah UU, DPRD Kabupaten/kota,
Bupati/Walikota, Kepala desa atau setingkat.
Semua
peraturan yang ditetapkan oleh lembaga khusus dan independen itu dapat di
perlakukan sebagai bentuk peraturan khusus yang tunduk pada prinsip lex specialis derogate lex generalis.
Termasuk katagori ini, misalnya: Peraturan Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah
Konstitusi, peraturan Bank Indonesia, peraturan KPU, peraturan KPI, Peraturan
Komnas HAM, peraturan PPATK, dan sebagainya.
Beberapa
jenis peraturan perundang-undangan yang di bentuk oleh Lembaga Negara ini
selain DPR dan Presiden sebagaimana ditentukan Dalam pasal 8 ayat (I) diatas,
dapat dikelompokkan kedalam beberapa jenis peraturan perundang-undanga:
1. Peraturan lembaga yang mempunyai daya ikat
hanya internal saja mengikat organisasi diantaranya peraturan tata tertib
lembaga, peraturan mengenai susunan organisasi dan yang sejenis.
2. Peraturan
lembaga yang sebenarnya mengikat internal, namun dalam pelaksanaannya banyak berhubungan dengan subjek-subjek lain
di luar organisasi yang akan terkait bila hendak melakukan perbuatan hukum
tertentu yang berkaitan dengan lembaga tersebut, diantaranya peraturan mahkamah
konstitusi dan peraturan mahkamah agung, terutama untuk berbagai peraturan
mengenai pedoman beracara.
3. Peraturan
lembaga yang mempunyai kekuatan mengikat umum yang lebih luas, misalnya
peraturan Bank Indonesia tentang mata uang.
Permasalahan
lain yang juga menjadi bahan perbincangan di masyarakat adalah dimunculkannya
ketetapan MPR sebagai hukum formal yang hierarkinya berada di bawah UUD.
Pertanyaannya, pertama,benarkah
ketetapan MPR yang dimaksud oleh UU No.12 tahun 2011 hanya sekedar memberi
paying bagi berlakunya sejimlah ketetapan MPRS/MPR sebagaimana maksud dalam
pasal 2 dan pasal 4 ketetapan majelis permusyawaratan rakyat republic Indonesia
Nomor: I/MPR/2003. Karena didalam UU No.12 tahun 2011 tidak ada satu pasalpun
larangan untuk membuat ketetapan MPR yang baru. Kedua, siapa yang dapat menguji ketetapan MPR? Dapatkah mahkamah
Konstitusi menguji ketatapan MPRS/MPR tersebut?